Anda pengunjung ke: page counter Marilah kita sikapi perbedaan dengan arif dan bijaksana, dan jangan terprovokasi untuk dipecah belah

MUI: Beragama Terlalu Saklek Tidak Dibenarkan

Jakarta - Kekerasan dengan mengatasnamakan agama kerap terjadi. Biasanya hal ini terjadi karena pemeluk agama terlalu saklek menginterpretasikan perintah agamanya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau agar agama tidak dipraktekkan secara saklek.

"Terlalu saklek juga tidak bisa dibenarkan. Kalau mau saklek, juga tetap harus menggunakan akal pikiran," kata Ketua MUI Umar Shihab saat berbincang dengan detikcom baru-baru ini. Berikut petikannya :

Kerap muncul tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama Islam. Yang terakhir misalnya insiden Monas yang kini masuk persidangan. Bagaimana ini, Pak?

Islam tidak pernah mentolelir kekerasan. Apalagi kita tinggal di negara hukum. Kalau ada yang melanggar harus selalu ditindak.

Tapi kita juga tidak bisa membiarkan kezaliman merajalela. Kita juga tidak bisa membiarkan kemaksiatan dibiarkan berlarut-larut.

Dalam bulan puasa ada ormas yang melakukan penyerbuan tempat hiburan. Mengapa bisa seperti itu?

Mungkin bila puasa ada orang-orang menyerbu tempat hiburan malam, itu  karena sudah melapor tapi tetap dibiarkan oleh pemerintah. Jadi kita imbau pemerintah daerah juga lebih memperhatikan.

Tapi apakah dibenarkan tindakan kekerasan dengan dalih untuk membela agama?

Tentu tidak. Tapi kita imbau pemerintah jangan terlalu lama membiarkan
kemaksiatan. Orang juga bosan kalau hanya melapor tanpa ditindak. Tapi yang pasti, apapun alasannya, kekerasan tidak bisa dibenarkan.

Karena kekerasan atas nama agama sering terjadi, ada pendapat agar kita beragama secara kritis. Bagaimana menurut MUI?

Terlalu saklek, juga tidak bisa dibenarkan. Sebenarnya sikap toleransi, itu boleh-boleh saja. Kalau mau saklek, juga tetap harus menggunakan akal pikiran. Misalnya kita diwajibkan puasa, tapi kesehatan kita tidak memungkinkan, tapi tetap nekat puasa itu tidak boleh. Kan kita boleh tidak berpuasa jika memang tidak bisa.

Yang kedua, membuat intepretasi baru, itu boleh-boleh saja. Itu tidak dilarang asal dengan ketentuan dan memiliki syarat yang ditentukan. Dan itu bisa berbeda-beda dari masa ke masa. Bisa berganti.

Tapi untuk hal-hal tertentu, Islam memang bisa saklek. Misalnya, perempuan tidak boleh puasa saat haid. Terus kalau, laki-laki juga minta nggak puasa di waktu tertentu, itu tidak boleh.

Tidak ada komentar:

Detiknews