Anda pengunjung ke: page counter Marilah kita sikapi perbedaan dengan arif dan bijaksana, dan jangan terprovokasi untuk dipecah belah

Anomali di dalam Islam

ImagePernahkah mendengar kalimat (1) seperti ini? “Beribadahlah dengan ikhlas, ridho. Jangan mengharap balasan apa-apa. Jangan mengharap balasan sorga. Semua serahkan kepada kemurahan Allah”. Atau kalimat (2) seperti ini? “Dulu hidupnya, sekolahnya, kuliahnya, kawinnya, bahkan hajinya, aku biayai.” Atau kalimat (3) seperti ini? “Aku banyak berhutang budi padamu. Aku tidak bisa membalasnya.” Atau kalimat (4) seperti ini? “Mari jihad fii sabilillah. Mari perangi orang kafir”. Atau kalimat (5) seperti ini? “Awas jemuran najis!” (atau benda selainnya yang sebetulnya bukan barang najis) Atau kalimat (6) seperti ini? “Bacaan Al-Quran anda bagus. Nasehat anda mantap” Atau kalimat (7) seperti ini? “Jilbab itu bukan ajaran Islam. Itu mah adat wanita Arab” dan seterusnya.
 
Anomali adalah penyimpangan dari hukum alam. Hukum gravitasi “memaksa” air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Api selalu bergerak dari temperatur tinggi ke temperatur rendah dan -selama tersedia oksigen- akan membakar barang yang bersentuhan dengannya. Manusia dijadikan dari sperma yang membuahi ovum.
 
Alam sangat taat terhadap hukum. Yang bisa melawan hukum alam hanyalah mukjizat. Musa membelah lautan, alias membuat air manjat. Ibrahim tidak terbakar api, bukan fireproof kebal-api seperti yang sering di claim jawara kanuragan masa kini, tetapi api yang dinyalakan Raja Namrud nya yang menjadi dingin. Isa bisa lahir tanpa pancaran nutfah. Itu semua anomali karena mukjizat Allah. 
Bagaimana dengan anomali terhadap hukum agama? Banyak sekali. Hebatnya, orang sering tidak sadar bahwa itu suatu anomali. Contohnya 7 kalimat diatas yang mari kaji satu persatu, backward mundur dari belakang.

Kalimat (7) sering diucapkan justru oleh tokoh agama yang manahoreng – ternyata isteri dan anak-anak perempuannya tidak mengenakan jilbab. Padahal di Al-quran jelas perintahnya. Padahal di hadits Jawaazir diriwayatkan wanita di neraka digantung rambutnya. Adat cewek Arab? Adat apaaa-an? Nyatanya di event Miss Arab World 2007, hanya 3 dari 17 alias 18% saja gadis Arab yang mengenakan jilbab!

Kalimat (6) maksudnya memberikan apresiasi kepada lawan bicara. Tetapi ternyata itu mencelakakan. Sabda Nabi: Qod qoto’ta ‘unuqo shoohibika ~ sungguh engkau telah memenggal leher saudaramu. Mengapa? Sebab orang yang dipuji bisa menjadi riya.

Kalimat (5) adalah kalimat yang diucapkan oleh yang berpandangan bahwa segala benda itu najis, sampai terbukti suci. Padahal seharusnya menggunakan “dalil asal” bahwa segala benda itu suci, sampai terbukti najis. Bayangkan, pintu dibuka dengan diceumpal alias dilapisi sesuatu. Kursi, kasur, setir motor/mobil, semua dianggap najis. Uang -baik logam maupun kertas- dijemur setelah “disucikan”. Membeli cendol minta diluberkan sepertiganya. Walaupun dibayar 30% lebih banyak, lieur dah tuh tukang cendol. Itu adalah was-was yang akut. Mereka harus sering membaca surat perlindungan anti was-was: Surat An-Naas.

Umar bin Khattab pernah berjalan dengan sohabat dan kecipratan air. Ketika sohabat mau bertanya air apa kepada orang yang menciprati, Umar melarang orang itu untuk menjawab. Begitulah Umar mempraktekkan “dalil asal”. Berapa tahun Nabi Muhammad hidup serumah dengan Abu Thalib? Adakah hadits yang mengatakan Nabi membasuh tangan setelah menyentuhnya? Adakah hadits Nabi “mensucikan” tali jemuran?. Orang musyrik di Al-Quran disebutkan najasun itu najis aqidah-nya, bukan badannya.

Sikap segelintir kecil warga terhadap najis seperti itu berdampak kepada seakan-akan ajaran organisasi pengajian menajiskan orang lain yang bukan anggota organisasinya. Social cost alias ongkos sosial atas perbuatan itu sungguh harus dibayar mahal oleh seluruh anggota organisasi!

Kalimat (4) seakan ajakan jihad. Padahal, Pertama, perang itu tidak sembarangan, ada pra-kondisi yang harus dipenuhi. Kedua, ‘kafir’ yang bagaimana yang harus diperangi? Di bagian awal novel masyhur Ayat-Ayat Cinta, didalam bus kota di Kairo, Fahri bertengkar hebat melindungi kafir dzimmi dari penganiayaan orang Arab Mesir.

Kalimat anomali (3) itu bagaikan pisau bermata dua. Pertama, yang diberi suudzon seakan-akan orang yang memberi barang/jasa itu menghutangi. Padahal belum tentu. Kedua, yang memberi bisa terpengaruh. Jika niatnya menghutangi budi, ya semakin menjadi-jadi. Tetapi jika niat memberinya Karena Allah, bisa menjadi kapok tidak mau memberi lagi, karena kalimat anomali itu bisa merusak niat.

Jadi jika diberi sesuatu, yang terbaik adalah mendo’akan semoga Allah membalas kebaikan: “jazaakalloohu khoiro” atau “jazaakillaahu khoiro” atau “jazaakumulloohu khoiro” atau “jazaahumulloohu khoiro”.

Kalimat anomali (2) adalah kalimat riya, atau mengungkit-ungkit jika maksud ucapannya untuk memperoleh balasan atas kebaikan yang pernah dilakukannya. Padahal firman Allah: laa tubtilu shodaqootikum bil manni wal adza ~ janganlah membatalkan shodaqohmu dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti hati.

Lalu mengapa kalimat (1) pun dianggap sebagai sebuah kalimat anomali?
Setiap pagi dan sore, serombongan Malaikat take-off meninggalkan bumi, melesat menuju ke langit, melapor kepada Allah. Lalu terjadilah tanya-jawab yang terbagi dalam 3 episode.

Episode awal:
“Wahai Malaikat, pada saat engkau meninggalkan mereka, apa yang sedang mereka ucapkan?” tanya Allah. “Mereka membaca subhaanallooh, alhamdulillaah, laa ilaa illalloohu, dan alloohu akbar” jawab Malaikat.
“HAL ROAUNII? Apakah mereka melihat kepada-Ku”
“Demi Allah, mereka tidak melihat-Mu, Ya Allah”
“Bagaimana seandainya mereka melihat kepada-Ku?”
“Jika mereka melihat kepada-Mu, tentu akan lebih sangat lagi mensucikan-Mu, memuji-Mu, meng-Esakan-Mu, dan meng-Agungkan-Mu”

Episode tengah:
“Wahai Malaikat, apa yang mereka minta dari-Ku?” tanya Allah
“Mereka minta sorga” jawab Malaikat.
“HAL ROAUHA? Apakah mereka melihat kepada sorga?”
“Demi Allah, mereka belum pernah melihat kepada sorga”
“Bagaimana seandainya mereka pernah melihat sorga?”
“Seandainya mereka pernah melihat sorga, tentu akan lebih sangat lagi mengharapkannya, dan akan lebih sangat lagi mencarinya”

Episode akhir:
“Wahai Malaikat, apa yang mereka minta berlindung kepada-Ku”
“Mereka berlindung daripada neraka”
“HAL ROAUHA? Apakah mereka pernah melihat neraka?”
“Demi Allah, mereka tidak pernah melihat neraka”
“Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka?”
“Seandainya mereka pernah melihat neraka, tentu akan lebih sangat lagi menta berlindung darinya, dan akan lebih sangat lagi larinya darinya”

Ingin termasuk golongan yang dilaporkan dua kali sehari setiap subuh dan ashar?
Pertama, sholatlah tepat waktu, sehingga ketika malaikat lapor, memang disaksikan sudah atau sedang sholat. Kedua, jangan malu: mintalah masuk sorga. Ketiga, jangan ragu: mintalah selamat dari neraka.

Dalil aqli alias konsekwensi logis dari orang yang tidak pernah minta masuk sorga -seperti diyakini sebagian kalangan- berdasarkan hadits panjang belum termasuk sanad diatas, adalah orang itu tidak termasuk yang dilaporkan Malaikat kepada Allah. Nah, loh!

Itu baru 7 contoh. Ada seabrek anomali hukum agama dalam kehidupan sehari-hari, yang seolah-olah benar, padahal menjerumuskan. Sepertinya OK, padahal NO. Barangkali perlu ada buku “1001 Anomalislamology” atau ilmu 1001 anomali didalam Islam.
Jika anomaly hukum alam bisa dijelaskan dengan ilmu-ilmu dasar matematika-fisika-kimia-biologi, maka dengan apa anomali-anomali hukum agama bisa dikenali? Dengan mengaji Quran dan Hadits, bacaan-makna-keterangan secara kaaffah, paripurna!.

So, segera booking, tuh, muballigh/muballighot. Kebut khatamkan kitab-kitab Quran dan Hadits. Masih menunggu apa lagi? Ini sudah Desember 2008. Quota umur sudah minus 1 tahun. Bagaimana pula dengan program Qori? 
Fa Aina Tadzhabuun?  (oleh: Teddy Suratmadji))

Detiknews